Saatnya HATI NURANI bicara


Malu Sekolah Karena Tak Bisa Beli Buku by ratna ariani
August 11, 2008, 4:09 am
Filed under: artikel, pendidikan | Tags: , ,

Bicara pendidikan tidakbisa terlepas dari para guru yang terlibat didalamnya. Selama kebutuhan mendasar mereka tak terpenuhi akhirnya jam pelajaran berkurang bahkan buku pelajaran pun jadi obyek penghasilan tambahan mereka. Maka anggaran pendidikan 20 % harus benar2 digunakan untuk perbaikan prasarana sekolah dan juga meningkatkan kualitas para guru. Pahlawan tanpa tanda jasa bukan berarti bisa dibayar dibawah UMR dan tidak diperhatikan status kepegawaiannya. Kalau sekolah negri lain bisa memberikan buku tanpa biaya tambahan, kenapa sekolah lain tidak bisa ya? Memang banyak yang aneh di negri ini (RA)

SUARA PEMBARUAN- Putri sebut saja namanya begitu, kini berubah jadi anak pendiam. Gadis berusia tujuh tahun itu duduk di kelas dua Sekolah Dasar Negeri (SDN) X, Perumnas 3 Kelurahan Aren Jaya, Kota Bekasi, Jawa Barat. Entah apa yang membuat Putri mulai takut masuk sekolah.
Setelah ditanya kenapa berubah jadi pendiam dan takut ke sekolah, Putri hanya menggelengkan kepalanya. Putri segera menghampiri ayahnya Abut (43). Di pangkuan sang ayah, Putri sejenak menghilangkan beban yang sebenarnya belum layak dia emban.

Akhirnya, Abut terbuka dengan keadaan anaknya. Abut yang sehari-hari bekerja sebagai loper koran di persimpangan Jl Ahmad Yani-KH Noer Alie, Kota Bekasi juga mengaku pusing memikirkan masa depan anak bungsunya. ”Saya tidak mampu membeli buku baru Putri. Padahal, tujuh buku pelajaran yang dianjurkan gurunya untuk dibeli harus ada Senin (11/8 ) depan,” tuturnya. Dia meminta SP tidak menuliskan nama asli putrinya karena takut dikucilkan guru-guru di sekolah.
Abut menceritakan keadaan putrinya bukan tanpa beban. Ia sangat takut anaknya jadi bahan gunjingan guru atau semacamnya. Belum lagi kakak Putri, Nidya (8 ) juga bersekolah di tempat yang sama. Nidya masih duduk di bangku kelas tiga di sekolah milik pemerintah Kota Bekasi itu. Untungnya, Nidya beda dengan Putri yang tidak terlalu memikirkan apa yang dianjurkan wali kelasnya. ”Mungkin dia (Nidya) mengerti kondisi ayahnya,” ujarnya.

Toko Buku Rujukan

Dikatakan, wali kelas Putri dan Nidya menyarankan untuk membeli buku di salah satu toko buku. ”Istilahnya toko buku itu sebagai toko rujukan guru,” tutur Abut yang mengaku bingung dengan kebijakan sang guru. Toko buku itu pun tak jauh dari lokasi sekolah. Rumah kontrakan yang tiba-tiba berubah jadi toko buku jadi rujukan sejumlah guru. Padahal, buku yang dijual juga hanya beberapa jenis dan harganya cukup mahal.
Untuk menyiasati pembelian buku yang dijual di toko rujukan guru, Abut berusaha meminjam buku yang sama untuk di foto kopi. Dari tujuh buku yang harus dimiliki masing-masing siswa, empat di antaranya sudah di foto kopi. Namun, ketika melihat buku yang disarankan hasil fotokopi membuat wajah sang guru cemberut. ”Akibatnya, Putri jadi takut masuk sekolah,” tutur bapak berperawakan kurus itu. Dengan masih mengenakan baju loper, Abut menceritakan keadaan anaknya kepada SP di Bekasi, Jumat (8/8).

Ironis. Berbagai macam cara dilakukan sejumlah oknum guru mendapatkan penghasilan tambahan dan itu pun dibebankan ke siswa. Dengan bertamengkan ‘menganjurkan’ secara tidak langsung memaksa siswa itu sendiri membeli buku di toko rujukan.
Anehnya lagi, kata Abut, di SDN 14 yang hanya berjarak lima puluh meter dari SDN 10 tidak ada anjuran untuk membeli buku. Semua muridnya mendapatkan buku gratis dari pemerintah. ”Kenapa di SDN 10 tidak ada buku gratis?” tanya orangtua yang rajin membaca itu pada waktu senggangnya. Mulai tahun ajaran 2008, Pemkot Bekasi mencanangkan pendidikan gratis untuk SD. Namun, masih ada oknum guru mencoba mengambil keuntungan. [Hotman Siregar]


Leave a Comment so far
Leave a comment



Leave a comment